

Kami merasa puas dengan situasi ini, dan melihat ini sebagai perkembangan yang positif. Byrru sendiri jika ditanya, "Tadi malam Byrru bobo dimana?" "Di kamar kakak (Byrru)," jawabnya dengan bangga. Memang dari jauh-jauh hari sudah ditanamkan ke dia bahwa nanti harus tidur di kamar sendiri. Dan dia selalu menjawab "iya". Kalau diingatkan, "Tapi Byrru nanti jangan ngompol lagi, ya?" Dia malah jawab, "Kalau ngompol nanti kasurnya dijemur, trus digebuk-gebuk."

Anyway, suasanan di hari Minggu berlangsung lebih seru, dari pagi sejak mandi air dingin di shower luar. Kebetulan kami sudah bikin janji dengan seorang gardener yang akan menata taman di sekitar rumah. Jadilah Byrru kesana-kemari mengikuti sang penata taman, ikut main tanah, mencocol-cocol tanah dengan beberapa peralatan berkebun, bahkan ikut menyirami tanaman dengan mengambil air sendiri dari kran. Sementara itu Aqila juga tidak mau kalah. Dia selalu tertarik untuk terlibat, kadang-kadang sekedar mencabuti tanaman yang baru saja ditanam. Saya mendudukkan Aqila di teras depan, dan beberapa kali saya kecolongan. Tiba-tiba dia sudah mengerutkan seluruh bagian wajahnya karena memakan tanah. Kali lain dia memasukkan puing ke mulutnya, dan pernah mencoba mengunyah batang korek api.

Semua itu terjadi juga sambil mereka makan, sarapan dan makan siang. Jadilah mama jadi orang paling sibuk. Ini masih diselilingi dengan beberapa kali pergantian baju dan celana karena kami memang membiarkan mereka bermain cukup bebas. Bahkan ada salah satu "sesi" dimana Aqila "mandi cendol", sampai memecahkan gelas si mamang (yang akhirnya harus ayah ganti). Yah, repot memang, tapi menyenangkan. Dan kami berencana untuk melakukan ini (menginap di akhir minggu) secara rutin sambil mulai memasukkan keperluan dan peralatan rumah tangga hingga kami benar-benar resmi menghuninya. Ada yang mau bergabung?
Kok potonya ndak ada San :D ?
BalasHapussenangnya punya rumah sendiri..
BalasHapusbukan sekedar bangunan fisiknya, tapi seluruh aspek kehidupan yang juga
ada bersamanya. Disitulah jiwa kita terikat.. saat lelah.. rumah jadi pemulihnya.
i missed it !!
Betul, Om Gandul. Kalo kami berdua harus berangkat kerja, anak-anak kami titip di rumah kakeknya. Pulang kerja mampir dulu untuk jemput anak-anak. Kecuali ada kondisi lain, kami selalu ingin segera pulang ke rumah. Selain yang Om Gandul sebutkan, juga ada rasa tanggung jawab untuk mengisi dan mendiami serta merawat rumah tersebut, karena diberi kesempatan memiliki rumah, kami sudah diberi amanat untuk itu.
BalasHapus