01 April 2007

Jika bayi menangis

Bayi menangis, apa yang aneh? Sejak lahir bayi, maksudku manusia, sudah menangis. Selanjutnya, bayi identik dengan tangisan, atau menangis identik dengan bayi, atau anak kecil. Tidak heran juga manusia dewasa yang menangis sering diolok "kayak anak kecil aja". Setiap mendengar bayi menangis barangkali berbagai perasaan kita bercampur aduk, atau setidaknya, dari sekian banyak orang yang melihat seorang bayi menangis, perasaan mereka mungkin berbeda-beda. Barangkali lebih banyak yang cenderung kuatir atau sedih, tapi tidak jarang juga kita merasa lucu atau malah gembira melihat bayi menangis. Dan secara natural, kita akan segera bereaksi begitu mendengar bayi menangis. Kalau di rumah, saya bekerja di lantai 2. Dulu, begitu mendengar Byrru menangis, saya langsung terbirit-birit menuruni tangga. Maklum anak pertama. Kalau sekarang tidak terlalu, tergantung situasi. Kalau saya tau di lantai bawah ada orang lain, saya tidak segera bertindak kalau Byrru atau Aqila menangis.

ByrruMasalahnya, kita sering tidak paham kenapa bayi menangis, terutama karena bayi belum bisa ngomong. Pikiran pertama yang muncul mungkin adalah tindakan apa yang akan diambil untuk mendiamkan si bayi. Tapi kalau tindakan kita tidak tepat, bayi malah bisa menangis tambah keras. Penyebab bayi menangis tentu saja bermacam-macam. Saya pernah melihat sebuah alat di toko bayi dan anak, yang berfungsi mendeteksi tangisan bayi dan mengeluarkan suara berbeda tergantung penyebab bayi menangis. Saya tidak pernah tertarik menggunakan alat semacam itu. Meski secara teknis saya percaya bahwa alat tersebut dikembangkan melalui penelitian berdasarkan ilmu pengetahuan dan hasil empiris tertentu, namun itu belum cukup bagi saya. Saya tetap memegang prinisip bahwa setiap anak berbeda. Tidak semua bayi bereaksi sama terhadap situasi dan lingkungan yang sama.

ImunisasiKalau saya pikir-pikir, ada tiga macam penyebab anak menangis: karena kondisi internal, kondisi lingkungan, dan perlakuan orang sekitarnya. Kondisi internal antara lain seperti bayi ingin atau sudah buang air (besar/kecil), lapar, mengantuk, terluka atau merasa sakit pada bagian tubuh tertentu, merasa tidak berdaya, dan merasa sendiri. Kondisi lingkungan bisa berawal dari tempat tidur, kamar, rumah, hingga luar rumah. Bayi bisa menangis karena merasa kedinginan, kepanasan, suasana gelap atau malah terlalu terang, suara bising, atau bau (tapi yang terakhir ini kayaknya jarang, setau saya indera penciuman bau lebih belakangan berkembang dari pada indera lain). Perlakuan kita terhadap bayi tentu memberikan kontribusi yang tidak sedikit sebagai penyebab bayi menangis. Entah karena dicuekin, dimarahi/dibentak, atau karena suara kita yang penuh emosi (walaupun tidak ditujukan ke bayi), disakiti secara fisik seperti dicubit, atau disuntik karena memang perlu; siapa sih di antara kita yang suka disuntik waktu kecil? :-) Atau, bahkan ketika bayi sedang bermain dengan kakaknnya. :-)

Byrru dan AqilaSebenarnya ada lagi jenis yang keempat, yaitu "entah". Saya pribadi masih mengalami kebingungan pada situasi tertentu ketika anak menangis. Saya bisa menenangkan bayi/anak saya yang menangis dengan menggendong mereka, meletakkan mereka di pundak dan mengusap-usap punggungnya. Dan saya mengambil kesimpulan bahwa dia sedang merasa tidak nyaman. Tetapi ya tetap saja, saya tidak tau apa yang membuatnya merasa tidak nyaman. Yang paling repot kalo bayi menangis karena kombinasi dari dua atau lebih hal sekaligus. Ya lapar, ya mengantuk, ya ingin buang air. Seperti yang saya alami pada suatu siang dua-tiga hari yang lalu bersama Aqila.

Saat itu saya sedang bekerja di atas seperti biasa, dan Aqila sedang diasuh oleh tantenya (Tante Febi). Tiba-tiba terdengar suara Aqila menangis. Awalnya saya hiraukan karena, ya saya sudah menganggap bayi menangis biasa. Lagi pula saya tidak suka bereaksi terburu-buru. Lama-kelamaan tangisannya makin keras dan terdengar memilkukan sehingga saya pun turun. Tante FebAqilai terlihat bingung, padahal Aqila sedang disusui (pake botol). Karena ibunya bekerja, jadi dia disusui melalui botol, tapi tetap ASI. Saya kemudian menggendong Aqila dan menimang-nimangnya sampai dia terdiam. Setelah agak lama saya mencoba meletakkannya di tempat tidur, eh dia menangis lagi, langsung mewek. Tapi saya lalu kebelet pengen buang air kecil, jadi saya mencoba meletakkannya lagi, dan ternyata menangis lagi. Saya pikir dia memang sedang ingin digendong oleh saya. Terpaksalah saya, maaf ya, membawanya serta ke kamar mandi.

Tak lama kemudian Aqila pipis. Lalu saya gantilah celananya, tentunya harus dibaringkan dong. Dan kali ini dia tidak menangis karena dibaringkan. Saya berpikir lagi bahwa mungkin dia dari tadi menangis itu karena pengen pipis. Setelah ganti celana Aqila mulai mengisapAqila jempolnya, dan ini biasanya sebuah tanda bahwa dia lapar (walaupun tidak selalu). Saya lalu mengambil botol susu yang tadi digunakan Tante Febi, mengeluarkan jempolnya pelan-pelan, menggantinya dengan dot, dan mulai menyusuinya. Dia terlihat lahap, dan ini membuat saya berpikir bahwa ternyata dia juga lapar (padahal kan tadi lagi disusui). Lalu dia mulai memejamkan mata dan selanjutnya tertidur. Ah, ternyata kamu mengantuk, sayang.

Eh ternyata tidurnya cuman sebentar. Untung saya masih di situ, memang belum yakin untuk meninggalkannya. Dia mulai kasak-kusuk dengan jempol dan mulutnya. Dan seperti tadi, saya menyusuinya. Kalli ini dia menolak, dan tetap ingin memasukkan jempol, namun saya halau tangannya dengan pelan. Begitu seterusnya, setiap dia ingin memasukkan tangan ke mulut, tangannya saya turunkan. Lama-lama dia terlihat nggak hepi, lalu mulai memperlihatkan tampang meweknya. Saya nggak bisa menahan diri untuk tidak tertawa, dan ternyata ini membuat dia nggak jadi menangis. Dia malah menatap saya dan ikut tertawa. Dalam posisi Aqila sedang terlentang saya memegang kedua tangannya, dan membiarkan kedua tangannya yang mungil menggenggam jempol saya. Saya lalu menarik tangannya sedikit seperti mau mengangkat, dan dia bereaksi dengan mengangkat kepala dan lehernya. Ya saya angkat aja dan ayun-ayun. Bahagia rasanya melihatnya senang dan tertawa.

AqilaTersisa satu pikiran lagi bahwa sepertinya Aqila mulai nggak betah berbaring terlentang lama-lama. Dalam hal ini, tentu saja dia nggak bisa dibiarkan berbaring lama-lama dalam keadaan bangun, tapi juga belum saatnya untuk duduk secara tegak. Kalau digendong terus ya lama-lama 50x2 (cape deh, en pegel pula), lagi pula kalau digendong terus, saya kapan kerjanya? Dan saya teringat kereta bayi hadiah om-om dan tante-tante Stema. Saya mengeluarkannya dari tempat penyimpanan dan membersihkannya, maklum lama disimpan jadi mengumpulkan debu. Ketika diletakkan di kereta, Aqila terlihat menikmati posisinya yang baru. Tidak lagi berbaring, tapi juga tidak duduk tegak. Dan dia bisa lebih bebas melihat sekitarnya dan memainkan kakiknya. Di usia menjelang empat bulan ini, barangkali dia mulai menyadari bahwa dia punya sepasang kaki.

Kesimpulannya, kita memang harus lebih cermat dalam menangani bayi, terutama saat mereka menangis, sehingga kita bisa mengambil tindakan yang tepat. Menggendong bayi secara vertikal dengan menempelkan badan bagian depannya ke dada dan pundah kita sambil mengusap-usap punggunya, bagi saya dalam hampir 100% kesempatan, selalu bisa membuat bayi merasa lebih nyaman dan tenang. Sekali lagi, terima kasih kepada Om Gandul, Om Ale, Om Wier, Tante Pupung, Tante Rika, Tante Ginting, dan om-om dan tante-tante lain (maaf ya kalau gak bisa nyebutin satu-satu) dari Stema atas hadiah kereta bayinya. Semoga ketika giliran kalian tiba untuk berumah tangga, mendapat anak-anak yang lucu-lucu, sehat, dan berbakti. Amin.

2 komentar:

  1. Sekedar tambahan: ada juga anak yang pura-pura menangis karena meminta sesuatu atau karena sekedar minta perhatian atau karena merasa iri. Ini tidak saya masukkan dalam pembahasan utama karena pembahasan saya sebenarnya lebih ke anak/bayi di bawah satu tahun. Gejala tersebut biasanya muncul setelah usia satu tahun.

    BalasHapus
  2. makasih infonya...salam kenal dari http://budiharso.wordpress.com

    BalasHapus